Jakarta, Kompas - Pemahaman publik terhadap manfaat jamu masih pada
pengobatan. Padahal, karena efeknya berjangka panjang, konsumsi jamu
sebenarnya lebih untuk mencegah penyakit.
”Serahkan pengobatan yang diharapkan berdampak langsung pada obat-obat
kimia,” kata Heru D Wardhana, ahli jamu dari PT Martina Berto, Martha
Tilaar Group, di Jakarta, Rabu (3/10), pada seminar ”Jamu Sebagai Cara
Murah Hidup Sehat”.
Narasumber lain, Dewita Agus dari perusahaan Mustika Ratu, menyebutkan,
jamu saat ini diusahakan masuk layanan kesehatan nasional terhadap lima
jenis penyakit, di antaranya hipertensi atau tekanan darah tinggi, asam
urat, kolesterol, dan diabetes melitus.
”Namun, tetap ditekankan bahwa mengonsumsi jamu adalah untuk pencegahan, bukan pengobatan,” kata Dewita.
Terkait potensi bahan baku jamu, dari 30.000 jenis flora, baru 2.000
jenis yang teridentifikasi. Yang digunakan untuk tanaman obat tak lebih
dari 800 jenis.
”Perusahaan kami memanfaatkan 125 jenis tanaman,” kata Heru, yang
berperan mengelola Kampoeng Djamoe Organik, kawasan penanaman 600 jenis
tanaman bermanfaat kesehatan.
Butuh riset
Peneliti tanaman obat Mangestuti Agil dari Fakultas Farmasi, Universitas
Airlangga, Surabaya, mengatakan, masih butuh banyak riset pemanfaatan
ramuan obat tradisional. Di antaranya, peran mantra/doa serta larangan
yang menyertai temuan ramuan, komposisi ramuan yang asli sesuai
literatur, dan takaran bahan penyusun ramuan.
”Untuk penyembuhan, penggunaan ramuan tradisional itu ada doa atau
mantra-mantranya, yang belum mendapat perhatian,” ujar Mangestuti.
Heru mengatakan, tanaman obat adalah komoditas prioritas terakhir.
Fokusnya pada tanaman pangan, buah dan sayuran, serta tanaman hias.
(NAW).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar